Kabar duka untuk para karyawan, bahwasannya
UMP Jateng pada tahun 2017 mendatang akan diturunkan dari 1,9 Juta menjadi 1,3 Juta. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, telah menetapkan nominal Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017 sebesar Rp 1.367.000.
Surat keputusan dengan Nomor 560/46 tahun 2016 tentang UMP Jateng 2017 itu ditandatangani 1 November 2016. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jateng,Wika Bintang, menjelaskan,
penghitungan untuk menentukan UMP tersebut yaitu Upah Minimum
Kabupaten/Kota ada formula dan rumusan yang sudah diatur dalam undang-undang. Formulanya adalah (UMK) berjalan dikalikan inflasi dan ditambah pertumbuhan
ekonomi nasional.
Adapun nominal UMP tersebut, diambil dari UMK terendah di wilayah Jateng, yaitu dari Kabupaten Banjarnegara. Hal itu sesuai ketentuan, bahwa penetapan UMP adalah nominal terendah dari daerah di Provinsi setempat.
"Nominal terendah ini, filosofinya adalah untuk melindungi pekerja di
sektor usaha mikro. Sehingga ada acuan yang jelas. Sebagai contoh, Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Simpanglima
Semarang saat ini belum mampu membayar karyawannya sesuai UMK Kota
Semarang yang mencapai Rp 1,9 juta.
Adanya UMP ini bisa dijadikan acuan agar ada ukuran standar upah terendah. Namun demikian, jika ada pekerja yang selama ini
sudah menerima upah di atas UMP maka pengusaha dilarang untuk
menurunkannya dengan alasan penyesuaian nominal UMP.
Bagi yang belum mampu membayar sesuai UMP tersebut, ya berdasar kesepakatan antara pengusaha dan karyawan pada kontrak kerja. Meski UMP telah ditetapkan oleh Gubernur, namun UMP ini tidak berlaku
lagi setelah adanya penetapan UMK yang batas maksimal penetapannya pada
21 November mendatang. Sekretaris Komisi E DPRD Jateng, Hasan Asyari mengatakan, sebelum ditentukannya UMP, Pemprov sudah menerima data pengajuan UMK dari
masing-masing kabupaten/Kota. Maka tentu nominal UMP sudah sesuai dengan variabel-variabel dalam survei penentuan upah.
"Ini kan sebelumnya sudah sesuai usulan Kabupaten/Kota, jadi kami kira sudah layak," katanya. Ia justru menyoroti masa kerja karyawan yang berbeda, ada yang baru setahun dan lima tahun lebih. Penentuan upah jangan hanya mengacu pada UMP maupun UMK, melainkan
ada penghargaan atas loyalitas, curahan tenaga dan pikiran serta
waktunya pada perusahaan tempatnya bekerja. "Nanti memang ada aturan regulasi mengenai skala upah ini. Tapi
harapannya, skala upah ini cukup penting untuk memberi penghargaan pada
buruh," katanya.
Di sisi lain, jika selama ini ada pengusaha mikro yang belum mampu
membayar karyawannya sesuai upah minimum, menurut Wika, tak jadi soal
dengan catatan sudah ada kesepakatan sejak awal antara pengusaha dengan
pekerja.
Sumber : www.Tribunnews.com